Baginda suka berpikir yang aneh-aneh. tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba dia ingin membuat sayembara. Raja Baghdad ini, mengumumkan para khalayak untuk mengikuti sayembara.
“Hadiahnya besar, lho. Rugi kalau tidak ikut,” ujar Baginda berpromosi.
Bagai kena sihir maut, rakyat Baghdad berduyun-duyun mengikuti sayembara ini. Tapi, setelah diseleksi, akhirnya terpilih tiga orang finalis. Abu Jahil, Abu Licik dan tentu saja Abunawas sendiri. Ketiganya menghadap Baginda Harun Alrasyid.
“Sayembara ini mudah saja,” kata Baginda memulai sayembaranya. “Kalian hanya perlu membawa buah, yang tidak disukai orang. Cukup satu buah saja. Ingat, ya? Buah yang tidak disukai orang. Kalau satu saja ada yang suka, kalian dianggap gugur!”
Abu Licik, Abu Jahil dan Abunawas terdiam. Tampaknya mereka memikirkan sesuatu. Mereka memikirkan, buah apa yang akan dibawa.
“Lho, kok diam saja. Kalian mengerti tidak?!” bentak Baginda.
Ketiga peserta sayembara tergagap karena kaget. Mereka serentak menjawab, “Mengerti, Baginda ….”
“Sekarang kalian boleh pulang,” usir Baginda. “Seminggu lagi, kalian harus ke sini untuk membawa buah yang kumaksudkan.”
Selama seminggu, ketiga peserta sayembara berpikir keras. Mereka berusaha mati-matian, untuk bisa memenangkan sayembara. Akhirnya, pada waktu yang telah ditentukan, ketiga hamba Baginda itu datang ke istana.
“Abu Jahil!”, tanya Baginda. “Buah apa gerangan yang kau bawa?”
“Hamba membawa buah mengkudu, Baginda. Orang pasti tidak ada yang suka. Siapa suka buah yang rasanya pahit seperti itu?” jawab Abu Jahil.
“Baiklah, akan kuuji jawabanmu di antara para menteri,” ucap Baginda, seraya menoleh ke arah para menteri. Kebetulan, saat itu para menteri berkumpul semua, untuk meihat sayembara lucu ini.
“Hai para menteri!,” tanya Baginda. “Apakah diantara kalian, ada yang suka buah mengkudu yang rasanya pahit?”
“Saya suka, Baginda,” celetuk seorang menteri bersuara. “Walau pun pahit, hamba menyukainya. Dulu memang tidak suka. Tapi, karena hamba membiasakan diri meminumnya, sekarang hamba menyukainya. Karena di dalam buah mengkudu, terkandung beberapa zat yang dapat menyembuhkan penyakit. Kalau tidak percaya, silahkan datang ke rumah hamba. Di sana hamba menyimpan banyak buah mengkudu.”
“Bagaimana Abu Jahil?” tanya Baginda. “Kau dengar sendiri, kan? Ternyata buah mengkudu pun ada yang menyukainya. Itu baru kutanya diantara para menteri. Belum lagi kalau kutanyakan pada seluruh Baghdad. Pasti akan lebih dari seorang yang menyukainya.”
“Lantas, bagaimana, Baginda?” tanya Abu Jahil.
“Kamu pulang! Dan, dinyatakan gugur sebagai peserta,” ucap Baginda.
Baginda lantas bertanya pada peserta berikutnya, “Buah apa yang kau bawa, Abu Licik?”
“Hamba membawa buah jeruk kikit. Karena rasanya sangat masam, pasti tidak ada orang yang menyukainya,” jawab Abu Licik Bangga.
“Baiklah, akan kutanyakan pada para menteri. Hai para menteri, apakah diantara kalian ada yang suka buah jeruk kikit?” tanya Baginda ke arah para menteri.
Sejenak para menteri terdiam. Tapi akhirnya ada seseorang yang bersuara, “Terus terang hamba tidak suka, Baginda. Tapi anak hamba yang paling kecil, umurnya lima tahun, sangat menyukainya. tidak tahu apa sebabnya. Padahal, orang dewasa pun tidak akan tahan, dengan rasa masamnya. Kalau Baginda tidak percaya, akan hamba ajak ke sini. Jangankan satu, lima jeruk kikit pun pasti dilahapnya.”
“Bagaimana, Abu Licik?” tanya Baginda. “Kau masih ragu kalau anak salah satu menteri suka memakan buah jeruk kikit? Apa perlu dia dibawa kemari? Tapi kalau memang terbukti anak menteri itu suka memakan jeruk kikit, kau akan kudenda 5000 dinar? Bagimana? Sanggup?”
“Tidak … tidak perlu, Baginda. Hamba percaya,” jawab Abu Licik ketakutan.
Sekarang giliran Abunawas. Baginda bertanya dengan hati berdebar-debar. Karena dilihatnya, sejak tadi Abunawas tidak membawa apa-apa.
“Abunawas, buah apa yang kau bawa?” tanya Baginda.
“Buah yang hamba bawa, pasti tidak disukai orang. Karena kalau dimakan, bapak mati. Kalau tidak dimakan, ibu yang mati. Baginda ingin tahu nama buahnya?” ujar Abunawas memancing tanggapan Baginda.
“Buah simalakama, maksudmu?”
“Betul! Seratus untuk Baginda!” jawab Abunawas serambi terkekeh.
Melihat gelagat Abunawas yang kocak tersebut, Baginda tak kuasa menahan tawa. Raja yang terkenal bijaksana ini, tertawa terbahak-bahak.
“Sudah kuduga,” ujar Baginda. “Pasti kau yang akan memenangkan sayembara ini.
Bagaiman para menteri? Apa diantara kalian ada yang suka buah simalakama?”
“Tidak, Baginda …!” terdengar koor suara para menteri.
“Kalau begitu, siapkan uang 10.000 dinar buat Abunawas. Dan, usir segera dia dari sini. Perutku bisa sakit kalau terus-terusan melihat mukanya,” canda Baginda, mengakhiri sayembara kocak ini. @@@
Mentari Edisi 268 Tahun 2005
Hai, Mbal Arsy harusnya judulnya ditulis Buah Yang Dibenci Orang.
Kata DI dalam DIBENCI mesti disambung
LikeLiked by 1 person
oh… trims masukannya…
LikeLike
Kirain itu buahaya…😂
LikeLike
Wah bisa beda arti donk….😂
LikeLike
Mbak, kenapa penulisan Abunawas tidak dipisah seperti Abu Licik dan Abu Jahil?
LikeLike
Ada beberapa alasan: 1. memang pemberian dari orag tua masing-masing, 2. Kalau nama Abu Licik dan Abu Jahil tidak dipisah seperti Abunawas khawatirnya para teman atau tetangga memanggil salah satu dari mereka dengan nama Abu pasti menoleh semua
LikeLike
wow
LikeLike
Maaf baru bisa balas sekarang
LikeLike
gak apa-apa, mbakarsyyangbaikhati
namanya saya gabung, biar kalau ada orang lain yang manggil MBAK gak sama-sama noleh. kayak abunawas.
😀
LikeLike
Maaf mengoreksi juga, kenapa -mbakarsyyangbaikhati- ndak ada spasinya
seharusnya mbak arsy yang baik hati
iya juga ya
LikeLike
haha. itu alasannya sudah ditulis
LikeLike
abunawas kok dilawan 😀 😀
LikeLike
Yah begitulah kalau punya kelebihan jadi orang cerdik, tidak gampang dikibuli
LikeLike
Haha kirain bahas buah durian juga 😁😁😁
LikeLike
Kalau cerita ni mah tentang teka teki 😁😁
LikeLiked by 1 person