Cerita Anak

Rasa Lezat dan Lapar

Gambar terkait

Hari ini Fiko ikut Persami, Perkemahan Sabtu Minggu. Tidak jauh-jauh amat sih lokasinya. Cuma di halaman sekolah.

Karenanya, sekarang Fiko sedang sibuk memasukkan barang-barang yang akan dia bawa ke dalam tas ransel. Ada 10 bungkus mie instant, ikan sarden, corned, dan dua bungkus besar kacang mede dan permen. Itu baru urusan perut. Untuk pakaian Fiko bawa dua sweater tebal, sarung tangan, selimut, T-shirt dan tiga potong celana. Tentu saja tas besar yang sering dibawa Papa pergi itu menggelembung.

“Astaga … kamu mau transmigrasi, apa mau kemah?” ledek Kak Sita sesaat sebelum tawa gadis itu meledak.

Fiko cemberut. Berjaga-jaga untuk segala sesuatu yang tidak pernah kita tahu kan perlu, protesnya dalam hati.

Ini adalah perkemahan pertama bagi Fiko. Kalau tidak diwajibkan tentu saja lebih baik tinggal di rumah. Sabtu malam dan Minggu pagi adalah hari terindah karena bisa menonton televisi sampai malam dan … bangun siang! Begitu bangun, makan pagi terus seharian di depan televise sambil ngemil.

Huh! Benar-benar menyebalkan Persami itu.

Buat apa sih tidur di tenda yang dingin kalau di rumah sudah tersedia kamar yang hangat? Mana nyamuknya pasti banyak.

Δ Δ Δ Δ Δ

Upacara pembukaan selesai. Istirahat sejenak untuk kemudian dilanjutkan makan malam bersama.

“Aku masak mie saja,” kata Fiko melihat makanan yang disediakan panitia.

Memang makanan yang disediakan sederhana. Nasi, sayur dan ikan asin. Celakanya, Fiko memang tidak doyan ikan asin.

“Memang, kamu tadi membawa kompor?” tanya Eno sang ketua regu dengan kesal. Dari tadi anak buahnya itu memang cuma mengeluh. Yang panaslah, hauslah, laparlah, capek … Dasar anak mami!

Di rumah, Fiko memang lumayan manja. Mungkin karena anak bungsu. Dalam soal makanan ia sangat cerewet. Tidak mau makan kalau tidak ada daging dan telur.

Tetapi itu tidak di dapat di perkemahan. Perbekalan memang di sediakan di sekolah. Jadi semua kegiatan bisa lancar tanpa harus direpotkan urusan masak memasak.
Tetapi Fiko memilih menolak. Dia mogok makan. Bahkan ketika seorang panitia memaksanya makan. Mending puasa daripada makan memakai ikan asin. Memangnya kucing?

Δ Δ Δ Δ Δ

Selepas acara api unggun, Fiko benar-benar kelaparan. Tenaganya terkuras waktu jelajah malam.

Teman-temannya sudah tidur. Mereka agaknya benar-benar kelelahan. Kegiatan hari ini padat sekali. Fiko heran, teman-temannya begitu gembira. Padahal, bukankah lebih baik enak tidur di rumah?

Fiko tidak dapat menahan lapar. Perutnya makin melilit. Tanpa berpikir panjang, tangannya langsung meraih bekal dan segera dibukanya jatah makannya. Jatah makan miliknya memang sengaja dibungkus oleh panitia.

Fiko tidak memiliki pilihan lain. Dibukanya bungkusan itu. Sudah dingin. Tak apalah.
Dengan enggan disuapnya nasi dan secuil ikan asin ke mulut. Fiko memejamkan mata. Dia tidak mau merasakan ikan asin masuk mulut.

Astaga!!

Fiko terbelalak. Makanan dingin yang hanya berlauk ikan asin itu terasa begitu lezat di lidah. Lebih enak daripada fast food yang sering dia makan.

Δ Δ Δ Δ Δ

Minggu siang, setelah kembali dari Persami, berada di rumahnya yang nyaman. Fiko menemukan jawaban dari urusan ikan asin.

Yap!

Fiko jarang merasakan nikmat dari makanan yang masuk ke mulutnya meski pun lauk yang ada sangat mewah.

Sebelum perutnya benar-benar lapar, dia telah mulai makan. Dan tidak akan berhenti sebelum benar-benar kenyang. Dan tidak akan berhenti sebelum benar-benar kenyang.

Bahkan sering terjadi, perutnya sudah kenyang tetapi keinginan makan masih meluap. Hasilnya? Perutnya sakit kekenyangan.

Dulu Fiko sering menganggap mama pelit bila menasehati agar ia makan ketika perut sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Dan sekarang, Fiko membuktikan nasehat itu. @@@

 

Mentari Edisi – Tahun –

3 thoughts on “Rasa Lezat dan Lapar”

Leave a comment