Ripi Sapi sebenarnya sapi yang baik. Dia tinggal di peternakan dan selalu membantu Pak Sami, pemiliknya. Ripi selalu makan rumput dengan lahap. Ia tak pernah mengeluh bosan. Setiap pagi Ripi berdiri tegak agar Pak Sami dapat memerah susu dan memasukkannya ke dalam ember. Ripi bekerja dengan rajin. Sehingga Pak Sami dapat membuat keju, yogurt dan mengirim berbotol-botol susu segar kepada pelanggannya. Bahkan, jika Pak Sami bersenandung, Ripi mengikuti dengan siulan ‘muuuuh’ yang paling indah.
Akan tetapi, akhir-akhir ini Ripi tidak lagi bersiul. Dia tidak lagi makan rumput dengan lahap. Padahal rumput yang dibawa Pak Sami selalu segar dari padang rumput. Karena Ripi tidak makan banyak, susunya jadi sedikit. Pak Sami akhirnya hanya bisa membuat sedikit keju dan yogurt. Pak Sami tentu tak bisa mengurangi jumlah botol susu untuk pelanggannya. Ibu-ibu tentu akan marah jika pesanan susu tidak dikirim.
Suatu pagi, Pak Sami terkejut melihat kandang Ripi telah kosong. Ripi menghilang meninggalkan tumpukan rumput yang belum dimakan. Pak Sami tak dapat membayangkan dimana sekarang Ripi berada.
Ternyata, Ripi sebetulnya tidak terlalu jauh dari peternakan. Ia berlari untuk mencari kebebasan di alam terbuka. Selama ini ia telah bekerja terlalu banyak dan tidak pernah libur.
“Aku tak akan kembali lagi ke peternakan,” kata Ripi. “Aku akan masuk ke dalam hutan dan berpetualang setiap hari. Hari-hariku takkan lagi membosankan.”
Maka Ripi pun memulai petualangan barunya dengan hati berdebar. Ia berjalan jauh sekali dari tempat tinggalnya dan menuju ke hutan. Ripi tak menyangka kalau letak hutan itu sangat jauh. Kakinya mulai lelah. Ripi melihat seekor kura-kura yang melintas.
“Kura-kura, sebenarnya, dimana letak hutan?” tanya Ripi.
Kura-kura menatap Ripi dengan wajah lelah. “Kira-kira sekitar seribu hari perjalanan,” jawab Kura-kura.
Ripi terperanjat mendengarnya. Hatinya agak ciut. Tetapi ia tetap bertekad untuk menemukan hutan. Setelah berterima kasih pada Kura-kura, ia pun melangkah lagi.
Di jalan, Ripi bertemu seekor kupu-kupu bersayap indah yang terbang mengelilinginya. Ia bertanya padanya, “Hai Kupu-kupu, tahukah kamu letak hutan?”
Kupu-kupu itu tersenyum. “Wah, hutan itu jauh sekali, Tuan Sapi. Kalau aku harus pergi ke sana, pasti sayapku sudah hancur setiba di sana.”
Ripi kecewa mendengar ucapan si Kupu-kupu. Namun ia tetap melanjutkan perjalanan.
Tak lama kemudian, Ripi menemukan sebuah rumah sederhana. Ada lima anak berlarian di halaman yang luas, berkejaran dengan ayam dan kelinci. Namun tak ada sapi. Maka ketika Ripi memandangi mereka dari kejauhan, salah seorang anak perempuan memekik gembira.
“Lihat ada seekor sapi mampir ke tempat kita!” Segera kelima anak itu berlarian mendekatinya. Mereka berdecak mengagumi tubuh gemuk Ripi dan kulitnya yang bersih terawat.
“Siapa namamu, sapi cantik?” sapa mereka.
“Aku Ripi,” jawab Ripi tersenyum. Mereka sungguh anak-anak yang lucu.
“Bisakah kau memberi kami susu?” tanya anak yang paling besar. “Sejak kemarin, peternakan tidak mengirimi kami susu. Ini tidak boleh terjadi, kan? Anak-anak harus minum susu supaya kuat dan cerdas.”
Ripi terkejut dan sedih mendengarnya. “Benarkah begitu? Tega sekali pemilik peternakan itu, menyimpan semua susu sapi untuk dirinya sendiri. Aku bisa memberi kalian susu. Tetapi setelah itu. Aku akan melanjutkan perjalananku berkelana menuju hutan.”
Anak-anak itu bersorak gembira dan memanggil ayah mereka. Pak Gerdy, ayah mereka, sangat terkejut melihat Ripi.
“Bukankah kau Ripi, sapi milik Pak Sami? Wah, untung kami menemukanmu. Pak Sami sangat sedih kehilangan kau. Kemana saja kau pergi?”
Ripi sangat terkejut mendengarnya. “Aku sudah berjalan sangat jauh dan kau masih mengenaliku?”
Pak Gerdy tertawa, “Selama ini pasti kau hanya berputar-putar di sini. Disini. Pulanglah, Ripi. Tanpa kau, tak ada lagi kiriman susu untuk anak-anak kami. Banyak yang membutuhkanmu.”
Ripi adalah sapi yang penurut dan berhati lembut. Ia mulai menangis menyesali perbuatannya. “Sebenarnya, satu-satunya yang kuinginkan adalah berlibur. Aku bosan hanya berada di peternakan sepanjang hidupku. Tak ada hal lain yang kulakukan selain makan dan membuat susu. Aku tak tahu kalau diluar peternakan banyak anak-anak yang menjadi kuat dan pintar Karena aku.”
Pak Gerdy mengangguk-angguk maklum, “Kami tahu pekerjaanmu pastilah sangat berat. Tetapi bagi semua orang yang tinggal di sekeliling peternakan, kau adalah pahlawan, Ripi.”
Ripi merenung sesaat. “Aku akan pulang. Tetapi aku akan minta libur pada Pak Sami sesekali, agar aku tidak merasa bosan,” ujarnya. Maka pulanglah Ripi ke peternakan. Pak Sami sangat senang melihat Ripi kembali. Kiriman susu kembali lancar.
Beberapa waktu kemudian, Ripi terlihat bermain di sungai dan berendam cukup lama. Rupanya ia sedang berlibur. @@@
Mentari, Edisi – Tahun –